{:en}Bali Uluwatu Temple is located in Pecatu Village, Kuta Sub-district, Badung District, Bali. The temple is 30 kilometers to the south of Denpasar. Uluwatu Temple, also called Luwur Temple, is one of the six Sad Kahyangan Temples, the main spiritual pillars in Bali Island.
History of Uluwatu Temple
There are two different opinions concerning the history of Uluwatu Temple. First Opinions, Some people believe that the temple was built by Empu Kuturan in 9th AD, during Marakata’s reign.
Second Opinions, Other people claim that the temple was built by Dang Hyang Nirartha, a pedanda (Hindu monk) from Daha Kingdom (Kediri) in East Java. Dang Hyang Nirartha came to Bali in 1546 AD, during the reign of Dalem Waturenggong. The monk built Uluwatu Temple on Pecatu Hill. After completing a spiritual journey around Bali, the monk went back to Uluwatu Temple and died there. He moksa (died and his body vanished), leaving the Marcapada (worldly life) and entering Swargaloka (heaven).
The Piodalan or ceremony commemorating the temple’s anniversary is held on Anggara Kasih day, in wuku Medangsia in Caka calendar. Usually the ceremony lasts for three days thronged by of thousands of Hindus.
Uluwatu Temple in South Kuta. Here you can see sunset and watch Kecak dance
Uluwatu Temple sits on a 70-meter-high cliff protruding above Indonesian Ocean. Because of its unique location, visitors to the temple have to take a long stone stairway to reach it. The temple heads east, unlike other Balinese temples which face west or south. There are hundreds of monkeys roaming along the path outside the temple. Although the monkeys look tame, visitors find them a nuisance as they often grab food off a visitor’s hand and snatch visitors’ belongings. There are two doors at the end of the path, the north door and the south one, through which visitors enter the temple complex.
The entrance doors take the shape of stone Bentar gates. Standing across from each gate, there are two statues of elephant-headed men. The front part of the gate is decorated with fine relief sculpture picturing leaves and flowery patterns. Behind the gate, there are stone steps that lead to the inner court. Along the steps, trees are grown to provide shade.
A small forest lies at the front and hundreds of monkeys dwell here. They are believed to guard the temple from bad influences. The serpentine pathway to the temple is fortified by concrete walls on the cliff side. It takes about an hour to get from one end to another as there are several fenced points along the way to stop. The views from the bottom of the water surging up against rocks and the ocean horizon are remarkable.
The Balinese Hindus believe that the three divine powers of Brahma, Vishnu, and Siva become one here. That belief results in making Uluwatu Temple a place of worship of Siva Rudra, the Balinese Hindu deity of all elements and aspects of life in the universe. Uluwatu Temple is also dedicated to protect Bali from evil sea spirits.The inner court is an open space paved with stone floor. There is a wooden building near the north gate.
To the west, across from the entrance path, there is a Paduraksa Gate that opens the path into the next inner court. Unlike the ones found outside, this stone gate is completed with roof. The door is an arch framed with an arrangement of stones.There is a sculpture of a giant head above the frame. The top of the gate looks like a crown and it is decorated with relief sculpture. The gaps between the gate and the walls are filled with a surface full of relief sculpture.
There is a small rectangular court to the south that stretches out above the sea. There is a wooden construction at the end of the court that seems to be a place where people can sit and watch the ocean. Uluwatu Temple has undergone several restorations. In 1999, a lightning struck the temple and caused fire.
Every six months according to the Balinese 210-day Pawukon cycle, big temple anniversary celebrations are held at the temple. The temple’s keeper, the royal family of Jro Kuta from Denpasar, are patrons for the event. Believers regard it as a manifestation of the divine power that protects Uluwatu
Temple. Public facilities are available, but not in the temple area. Unlike some other tourist destinations in Bali, Pura Uluwatu area has limited amounts of hassling vendors.
Visitors must wear a sarong and a sash, as well as appropriate clothes common for temple visits. They can be hired here. The best time to visit is just before sunset. Kecak and Fire Dance Performance is performed everyday at the adjacent cliff-top stage at 18:00 to 19:00. Visitors are charged a nominal fee, the ticket around USD 10/person. What makes it the most favourite venue to watch a Kecak dance is the sunset background of the performance.
There’s no public transportation to get here and going back in to town will be difficult without any prearranged ride or taxi. A guide is not necessary, though helpful. The service offered is hassle-free at very minimum prices.
Location:
{:}{:id}Pura Uluwatu Bali terletak di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Pura ini berjarak 30 kilometer ke selatan Denpasar. Pura Uluwatu, juga disebut Pura Luwur atau utama, adalah salah satu dari enam Kuil Sad Kahyangan, pilar spiritual utama di Pulau Bali.
Sejarah Pura Uluwatu
Ada dua pendapat berbeda tentang sejarah Pura Uluwatu. Pendapat Pertama, Beberapa orang percaya bahwa kuil ini dibangun oleh Empu Kuturan di 9th AD, selama masa pemerintahan Marakata.
Pendapat Kedua, orang lain mengklaim bahwa candi itu dibangun oleh Dang Hyang Nirartha, seorang pedanda (biksu Hindu) dari Kerajaan Daha (Kediri) di Jawa Timur. Dang Hyang Nirartha datang ke Bali pada tahun 1546, pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong. Biksu itu membangun Pura Uluwatu di Bukit Pecatu. Setelah menyelesaikan perjalanan spiritual di sekitar Bali, bhikkhu itu kembali ke Pura Uluwatu dan meninggal di sana. Dia moksa (mati dan tubuhnya lenyap), meninggalkan Marcapada (kehidupan duniawi) dan memasuki Swargaloka (surga).
Piodalan atau upacara memperingati ulang tahun kuil diadakan pada hari Anggara Kasih, di wuku Medangsia dalam kalender Caka. Biasanya upacara berlangsung selama tiga hari yang dipenuhi ribuan umat Hindu.
Uluwatu Temple in South Kuta. Here you can see sunset and watch Kecak dance
Pura Uluwatu terletak di tebing setinggi 70 meter yang menjulang di atas Samudera Indonesia. Karena lokasinya yang unik, pengunjung ke kuil harus mengambil tangga batu panjang untuk mencapainya. Candi ini menghadap ke timur, tidak seperti kuil-kuil lain di Bali yang menghadap ke barat atau selatan.
Ada ratusan monyet berkeliaran di sepanjang jalan di luar kuil. Meskipun monyet terlihat jinak, pengunjung menganggapnya sebagai gangguan karena mereka sering mengambil makanan dari tangan pengunjung dan mencuri barang-barang milik pengunjung. Ada dua pintu di ujung jalan, pintu utara dan selatan, di mana pengunjung memasuki kompleks candi.
Pintu masuk pura disebut Candi Bentar. Ada dua patung laki-laki berkepala gajah. Bagian depan gerbang dihiasi dengan patung relief halus yang menggambarkan dedaunan dan pola bunga. Di belakang gerbang, ada tangga batu yang mengarah ke pelataran dalam. Sepanjang tangga, pohon-pohon ditanam untuk memberi keteduhan.
Sebuah hutan kecil terletak di depan dan ratusan monyet tinggal di sini. Mereka diyakini menjaga kuil dari pengaruh buruk. Jalur serpentin ke kuil diperkaya oleh dinding beton di sisi tebing. Dibutuhkan sekitar satu jam untuk berpindah dari satu ujung ke ujung lainnya karena ada beberapa titik berpagar di sepanjang jalan untuk berhenti. Pandangan dari dasar air yang bergelombang terhadap batu dan cakrawala samudera luar biasa.
Orang Bali Hindu percaya bahwa tiga kekuatan ilahi Brahma, Wisnu, dan Siva menjadi satu di sini. Keyakinan itu menyebabkan Pura Uluwatu menjadi tempat pemujaan Siva Rudra, dewa Hindu Bali dari semua elemen dan aspek kehidupan di alam semesta. Pura Uluwatu juga didedikasikan untuk melindungi Bali dari roh-roh jahat laut.
Di sebelah barat, di seberang jalan masuk, ada Gerbang Paduraksa yang membuka jalan ke pelataran dalam berikutnya. Tidak seperti yang ditemukan di luar, gerbang batu ini dilengkapi dengan atap. Pintu gerbang dibuat dari susunan batu. Ada patung kepala raksasa di atas bingkai. Bagian atas gerbang tampak seperti mahkota dan dihiasi dengan patung relief. Jarak antara gerbang dan dinding dipenuhi dengan permukaan penuh patung relief.
Ada sebuah lapangan persegi panjang kecil di sebelah selatan yang membentang di atas laut. Ada konstruksi kayu di ujung lapangan yang tampaknya menjadi tempat di mana orang dapat duduk dan menonton lautan. Pura Uluwatu telah mengalami beberapa kali restorasi. Pada tahun 1999, sebuah petir menyambar kuil dan menyebabkan kebakaran.
Setiap enam bulan menurut siklus Pawukon 210-hari Bali, piodalan di pura Uluwatu. Penjaga kuil, keluarga kerajaan Jro Kuta dari Denpasar, adalah pelindung untuk acara tersebut. Orang-orang percaya menganggapnya sebagai manifestasi dari kekuatan ilahi yang melindungi Pura Uluwatu.
Fasilitas umum tersedia, tetapi tidak di area candi. Tidak seperti beberapa tujuan wisata lain di Bali, kawasan Pura Uluwatu memiliki sejumlah vendor yang terbatas.
Pengunjung harus mengenakan sarung dan selempang, serta pakaian yang sesuai yang umum untuk kunjungan ke bait suci. Mereka bisa disewa di sini. Waktu terbaik untuk berkunjung adalah sebelum matahari terbenam. Pertunjukan Tari Kecak dan Api dilakukan setiap hari di panggung tebing yang berdekatan pada pukul 18:00 hingga 19:00. Pengunjung dikenai biaya nominal, tiket sekitar 100.000 / orang. Uluwatu menjadikan tempat paling favorit untuk menonton tarian Kecak karena latar belakang matahari terbenam dari pertunjukan.
Tidak ada transportasi umum untuk sampai ke sini dan kembali ke kota akan sulit tanpa ada mobil atau taksi. Hubungi kami untuk mobil dengan supir atau setir sendiri. Kuta Rent Car akan selalu siap melayani anda.
Lokasi:
{:}
